1. Manajemen Risiko K3
Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola
risiko untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak
diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu
kesisteman yang baik. Sehingga memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada. Pendekatan manajemen risiko
yang terstruktur dapat
meningkatkan perbaikan berkelanjutan.
Manfaat dalam
menerapkan manajemen risiko antara lain :
·
Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi
risiko dari setiap kegiatan yang mengandung bahaya
·
Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian
yang tidak diinginkan
·
Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang
saham mengenai kelangsungan dan keamanan investasinya
·
Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai
risiko operasi bagi setiap unsur dalam organisasi/ perusahaan
·
Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku
(Ramli, Soehatman.“Pedoman Praktis
Manajemen Risiko Dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 4”.
Jakarta : PT.Dian Rakyat.
2010)
Dalam
menerapkan Manajemen Risiko K3, ada beberapa tahapan/langkah yang perlu
dilakukan. Hal ini bertujuan agar proses manajemen risiko k3 dapat berjalan
dengan tepat dan sesuai. Tahapan yang perlu dilakukan dalam menerapkan
manajemen risiko k3 adalah :
1. Menentukan Konteks
2. Melakukan Identifikasi Risiko
3. Penilaian Risiko
4. Pengendalian Risiko
5. Komunikasi dan Konsultasi
6. Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Gambar 1. Proses Manajemen Risiko AS/NZS
4360:2004
Sumber
: http://saiglobal.com, diunduh : 9 Januari 2013
2. Menentukan Konteks
Dalam menentukan konteks dilakukan dengan cara melihat
visi misi perusahaan, ruang lingkup bisnis perusahaan mulai dari proses kerja
awal sampai akhir. Hal ini dilakukan karena konteks risiko disetiap perusahaan
berbeda-beda sesuai dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Kemudian langkah
selanjutnya adalah menetapkan kriteria risiko yang berlaku untuk perusahaan
berdasarkan aspek nilai kerugian yang dapat ditanggulangi oleh perusahaan.
Kriteria risiko didapat dari kombinasi kriteria tingkat kemungkinan dan
keparahan. Dalam menentukan tingkatan tersebut dapat digambarkan pada beberapa tabel
berikut :
Tabel 1.
Nilai Tingkat Kemungkinan
Likelihood/Probability
|
Rating
|
Deskripsi
|
Frequent
|
5
|
Selalu terjadi
|
Probable
|
4
|
Sering terjadi
|
Occasional
|
3
|
Kadang-kadang dapat terjadi
|
Unlikely
|
2
|
Mungkin dapat terjadi
|
Improbable
|
1
|
Sangat jarang terjadi
|
Untuk menentukan nilai tingkat
keparahan, dapat digunakan
tabel tersebut. Sehingga setiap kegiatan dapat dinilai tingkatan kemungkinannya
dalam menimbulkan incident atau kerugian.
Tabel
2.
Nilai Tingkat Keparahan
Severity
|
Rating
|
Deskripsi
|
Catastrophic
|
5
|
Meninggal dunia, cacat permanen/ serius,
kerusakan lingkungan yang parah, kebocoran B3, kerugian finansial yang sangat
besar, biaya pengobatan > 50 juta.
|
Major
|
4
|
Hilang hari kerja, cacat permanen/
sebagian, kerusakan lingkungan yang sedang, kerugian finansial yang besar,
biaya pengobatan < 50 juta.
|
Moderate/ Serious
|
3
|
Membutuhkan perawatan medis, terganggunya
pekerjaan, kerugian finansial cukup besar, perlu bantuan pihak luar, biaya
pengobatan < 10 juta.
|
Minor
|
2
|
Penanganan P3K, tidak terlalu memerlukan
bantuan dari luar, biaya finansial sedang, biaya pengobatan < 1 juta
|
Negligible
|
1
|
Tidak mengganggu proses pekerjaan, tidak
ada cidera/ luka, kerugian financial kecil, biaya pengobatan < 100 ribu.
|
Untuk
menentukan tingkatan nilai keparahan yang terjadi dari kegiatan yang dilakukan,
dapat menggunakan tabel 2.
Kemudian kriteria risiko dapat digambarkan seperti pada tabel berikut :
Tabel 3. Skala Tingkatan Risiko
Risk
Rank
|
Deskripsi
|
17 – 25
|
Extreme High Risk – Risiko Sangat Tinggi
|
10 – 16
|
High Risk – Risiko Tinggi
|
5 – 9
|
Medium Risk – Risiko Sedang
|
1 – 4
|
Low Risk – Risiko Rendah
|
Konteks manajemen risiko ini akan dijalankan dalam
organisasi atau perusahaan untuk acuan langkah manajemen risiko k3 yang
selanjutnya.
3. Identifikasi Risiko
Identifikasi
bahaya adalah salah satu tahapan dari manajemen risiko k3 yang bertujuan untuk
mengetahui semua potensi bahaya yang ada pada suatu kegiatan kerja/ proses
kerja tertentu. Identifikasi
bahaya
memberikan berbagai manfaat antara lain :
a. Mengurangi
peluang kecelakaan karena dengan melakukan identifikasi dapat diketahui faktor
penyebab terjadinya keceakaan,
b. Untuk
memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya yang ada dari
setiap aktivitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan karyawan
untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran akan safety saat bekerja,
c. Sebagai
landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan penanganan
yang tepat, selain itu perusahaan dapat memprioritaskan tindakan pengendalian
berdasarkan potensi bahaya tertinggi.
d. Memberikan
informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam perusahaan.
(Ramli, Soehatman.“Pedoman Praktis
Manajemen Risiko Dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 54-55”.
Jakarta : PT.Dian Rakyat.
2010)
Cara melakukan identifikasi bahaya adalah :
1. Tentukan pekerjaan yang akan diidentifikasi
2. Urutkan langkah kerja mulai dari tahapan awal sampai
pada tahap akhir pekerjaan.
3. Kemudian tentukan jenis bahaya apa saja yang
terkandung pada setiap tahapan tersebut, dilihat dari bahaya fisik, kimia,
mekanik, biologi, ergonomic, psikologi, listrik dan kebakaran.
4. Setelah potensi bahaya diketahui, maka tentukan dampak/kerugian
yang dapat ditimbulkan dari potensi bahaya tersebut. Dapat menggunakan metode
What-If.
5. Kemudian catat dalam tabel, semua keterangan yang
didapat.
Salah satu metoda yang dapat digunakan dalam melakukan
identifikasi bahaya adalah dengan membuat Job
Safety Analysis/Job Hazard Analysis. Selain JSA, ada beberapa teknik
yang dapat dipakai
seperti (Fault Tree Analysis) FTA, (Event Tree Analysis) ETA, (Failure Mode and Effect Analysis) FMEA,
(Hazards and Operability Study)
Hazop, (Preliminary Hazards Analysis)
PHA, dll.
4. Penilaian Risiko
Setelah semua tahapan kerja diidentifikasi, langkah
selanjutnya adalah melakukan penilaian risiko untuk menentukan
besarnya tingkatan risiko yang ada. Tahapan ini dilakukan melalui proses analisa risiko dan
evaluasi risiko.
Analisa Risiko :
Analisa risiko dilakukan untuk
menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan tingkat keparahan dan
kemungkinan yang mungkin terjadi. Analisa ini dilakukan berdasarkan konteks
yang telah ditentukan oleh perusahaan, seperti tingkat kemungkinan tabel 1.,
tingkat keparahan 2. dan tingkat risiko tabel 3. Cara melakukan analisa adalah :
1. Lakukan analisa dari setiap langkah kerja yang telah
diidentifikasi pada tahapan identifikasi bahaya.
2. Mengukur tingkat kemungkinan terjadinya incident dari
setiap tahapan kegiatan yang dilakukan berdasarkan acuan konteks yang telah
ditentukan pada tabel 1.
3. Mengukur tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan dari
setiap potensi bahaya pada setiap tahapan kerja yang telah diidentifikasi.
Ukuran tingkat keparahan ditentukan berdasarkan acuan konteks yang telah dibuat
pada tabel 2.
4. Setelah tingkatan kemungkinan dan keparahan diketahui, lakukan
perhitungan menggunakan rumus berikut untuk mengetahui nilai risikonya :
5. Membuat matriks risiko.
Tabel 4. Matriks Risiko
Sumber : http://saiglobal.com,
diunduh : 9 Januari 2013
6.
Tentukan
tingkatan risiko pada setiap tahapan kerjanya berdasarkan nilai risiko yang
telah didapat dari perhitungan. Ukuran tingkat risiko dinilai berdasarkan acuan
konteks yang telah dibuat pada tabel 2.3. Evaluasi Risiko :Setelah setiap tahapan kerja diidentifikasi dan dianalisa tingkat
risikonya, langkah selanjutnya adalah melakukan evaluasi risiko. Evaluasi
risiko dilakukan untuk menentukan apakah risiko dari setiap tahapan kerja dapat
diterima atau tidak. Cara melakukan evaluasi adalah :1.
Perusahaan/organisasi membuat kriteria risiko yang dapat diterima
(tingkat risiko low), tidak dapat
diterima (tingkat risiko high dan very high) dan dapat ditolerir (tingkat
risiko medium).2.
Setiap tahapan kerja yang telah dianalisa dan diketahui tingkat
risikonya, maka lakukan evaluasi apakah tingkatan risiko tersebut dapat
diterima, tidak dapat diterima atau dapat ditolerir.3.
Jika tingkatan risiko yang ada tidak dapat diterima, maka perlu
dilakukan tindakan pengendalian risiko guna menurunkan tingkatan risiko
tersebut sampai tingkatan rendah atau dapat ditolerir.7. Pengendalian
RisikoPengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan
manajemen risiko. (Ramli, Soehatman.“Pedoman
Praktis Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 103”. Jakarta : PT.Dian Rakyat. 2010)Pengendalian risiko berperan dalam meminimalisir/ mengurangi tingkat risiko yang ada sampai
tingkat terendah atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir.
Cara pengendalian risiko dilakukan melalui :Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya (hazard).Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses, mengganti input dengan yang lebih rendah risikonya.Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik pada alat, mesin, Infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan.Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera melakukan pembuatan prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap kontraktor, material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan.
APD : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata keselamatan, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan
Cara pengendalian risiko dilakukan melalui :Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya (hazard).Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses, mengganti input dengan yang lebih rendah risikonya.Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik pada alat, mesin, Infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan.Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera melakukan pembuatan prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, training dan seleksi terhadap kontraktor, material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan dan pelabelan.
APD : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata keselamatan, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan
1 comment:
THANKYU bagus ni untuk menambah pengetahuan aku,,
Post a Comment