Pages - Menu

Thursday, October 8, 2015

Jadilah Istriku dan Hormati Aku Sebagai Suamimu

Be My Wife and Respect Me as Your Housband


Assalamualaikum sobat blogger...Sudah lama rasanya saya tidak mengunjungi blog ini. Dimana terakhir saya posting saat masih dalam masa-masa sibuk untuk berkutat dengan skripsi tahun 2013. Hampir 2 tahun berlalu dan banyak hal berubah di negara Indonesia dan khususnya pada diri saya sendiri.


Saat ini di Indonesia dan diseluruh pelosok kota sampai desa, rt, rw sudah tidak asing lagi dengan istilah "Wanita Karir".
Ya wanita karir, wanita yang berpendidikan tinggi dan mengejar karirnya sampai pada posisi tertentu.


Tetapi fenomena ini sedikit meresahkan para suami, dimana sedikit demi sedikit peran istri sesungguhnya akan hilang dari peradaban. Bahkan banyak kesalahan yang kerap menjadi hal lumrah.


Beberapa kejanggalan yang saya lihat dari sudut pandang awam saya adalah :
1. Berdandan dan Berias
    Kebanyakan wanita berias dan memakai make up mahal saat akan bekerja, atau saat hang out bersama teman-temannya. Mereka berdandan secantik mungkin sebelum keluar rumah. Bahkan sampai tidak lupa memakai pewangi untuk daya tariknya. Rela menghadap cermin dalam waktu lama untuk penampilan yang menarik setiap harinya.
Sedangkan saat bersama suami di rumah ?
Ya..... sang istri hanya berpakaian sekedarnya dan bahkan tidak ada usaha tampil cantik di depan sang suami. Lebih cenderung lusuh dan tidak menarik. Hal ini kadang menyakiti hati sang suami, dimana ia dianggap tidak lebih penting dibandingkan kesibukannya. Sedangkan menurut Agama, Suami adalah nomor satu dibandingkan segala-galanya.
Allah ta‘ala berfirman (yang artinya),
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأولَى
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu …” (QS. Al-Ahzaab, 33: 33).
Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di ketika menafsirkan ayat di atas, beliau berkata, “Arti ayat ini: janganlah kalian (wahai para wanita) sering keluar rumah dengan berhias atau memakai wewangian, sebagaimana kebiasaan wanita-wanita jahiliyah yang dahulu, mereka tidak memiliki pengetahuan (agama) dan iman. Semua ini dalam rangka mencegah keburukan (bagi kaum wanita) dan sebab-sebabnya” (Taisiirul Kariimir Rahmaan karya Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa‘di).
Ada sedikit tanya jawab dari salah satu forum konsultasi syariah mengenai istri berhias :

Jika istri males berdandan, bagaimana hukumya?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu pernah menceritakan,
Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Apa ciri wanita yang paling solihah?”
Jawab beliau,
الَّتِى تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ
Yang menyenangkan suami ketika dilihat, dan mentaati suami ketika diperintah. (HR. Ahmad 9837, Nasai 3244 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Anda bisa memastikan, seorang suami akan merasa nyaman melihat istrinya ketika sang istri berhias, atau bahkan menyebarkan wewangian bagi suami.
Hadis ini sangat tegas mengajarkan, jika wanita ingin menjadi istri solihah, hendaknya dia berusaha berhias bagi suaminya.
Seorang wanita yang berhias di dean suaminya, bagian dari fitrahnya. Allah berfirman,
أَوَمَنْ يُنَشَّأُ فِي الْحِلْيَةِ وَهُوَ فِي الْخِصَامِ غَيْرُ مُبِينٍ
Apakah patut orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran. (az-Zukhruf: 18)
Karena itu, Allah bolehkan wanita untuk menggunakan perhiasan, yang itu diharamkan bagi lelaki, seperti emas atau sutera.
Wanita harus berhias di depan suaminya, dan ini bagian dari hak suami yang harus ditunaikan istrinya. Karena merupakan salah satu sebab terbesar mewujudkan kasih sayang.
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan,
إذا دخلت ليلاً فلا تدخل على أهلك حتى تستحد المغيبة وتمتشط الشعثة
“Apabila kalian pulang dari bepergian di malam hari, maka janganlah engkau menemui istrimu hingga dia sempat mencukur bulu kemaluannya dan menyisir rambutnya yang kusut. ” (HR. Bukhari 5246)
An-Nawawi mengatakan,
وفي هذا الحديث دلالة على أن المرأة لا تجعل الزوج ينفر منها وتقع عينه على ما يكره فنقع  الوحشة بينهما  في الحديث دلالة أيضا على أن المرأة مادام زوجها حاضرا ً مقيما فهي دائمة التزين ولا تهجر التزين إلا في غياب الزوج
Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa istri tidak booleh membuat suaminya lari darinya, atau melihat sesuatu yang tidak nyaman pada istrinya, sehingga menyebabkan permusuhan diantara keduanya. Hadis ini juga dalil, bahwa selama suami ada di rumah, wanita harus selalu berdandan dan tidak meninggalkan berhias, kecuali jika suaminya tidak ada. (Syarh Sahih Muslim, 7/81).
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

2. Bersosialisasi dan Waktu
    Di era yang serba modern ini banyak berkembang media sosial dan dimana hampir semua orang menggunakannya begitu juga para istri. Berhubungan dengan wanita karir, dimana wanita karir banyak menghabiskan waktunya diluar rumah, dimana jika dihitung sekitar 12 jam untuk bekerja dan bersosialisasi dengan khalayak umum, 1 jam untuk berias diri, 1.5 jam untuk makan dan minum, 8 jam untuk beristirahat. Sisanya ada 1.5 jam digunakan untuk berbincang dengan keluarga dan jika sempat hanya mempunyai sedikit waktu untuk berbincang dengan sang suami. Bahkan ironisnya, komunikasi face to face sangat jarang dan sangat sedikit waktu nya untuk suami, lebih sering menggunakan media sosial seperti BB*, Li*e, Whats*pp, dll. Dan hal ini membuat hati seorang suami tersakiti tanpa disadari oleh sang istri.

3. Sopan Santun
     Mengenai sopan santun dan bersikap, seorang istri yang datang dari lingkungan yang baik belum tentu memiliki kepribadian baik pula.
Kadang wanita berpendidikan tinggi lebih memiliki ego yang lebih tinggi dibandingkan wanita lainnya. Dan seiring berkembangnya emansipasi wanita, banyak wanita yang kehilangan sopan santun kepada suaminya bahkan berani membentak suaminya.
Seperti kutipan dari salah satu forum tanya jawab berikut :

Asswb..pak ustad mau tanya apa kah boleh seorang istri menyentak atau bersuara keras kepada suami jika suami itu salah? berdosa ga?
JAWAB: Wa’alaikum salam wr. Wb. Tidak boleh. Suami adalah orang yang paling harus ditaati dan dihormati sorang istri. Rasulullah Saw menunjukkan betapa tinggi posisi suami bagi istri dengan sabdanya:
“Seandai aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan seorang istri utk sujud kepada suaminya.” (HR Abu Daud, Al-Hakim, At-Tirmidzi).
“Tidaklah pantas bagi seorang manusia untuk sujud kepada manusia yang lain. Seandainya pantas/boleh bagi seseorang untuk sujud kepada seorang yang lain niscaya aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya dikarenakan besarnya hak suaminya terhadapnya…” (HR. Ahmad).
Sabda Nabi Muhammad SAW. “Dan sebaik-baik istri adalah yang taat kepada suaminya, bijaksana, berketurunan, sedikit bicara, tidak suka membicarakan sesuatu yang tidak berguna, tidak cerewet dan tidak suka bersuara hingar-bingar serta setia kepada suaminya.
Jika suami berbuat salah, sang istri mengingatkannya dengan baik, lemah lembut, tidak membentak (bersuara keras), dan tidak menyinggung perasaannya. Demikian pula sebaliknya.
Sikap kasar istri terhadap suami –dan sebaliknya– menandakan keburukan akhlak. “Sebaik-baiknya wanita — bagi suami — ialah yang menyenangkan ketika dilihat, patuh ketika diperintah, dan tidak menentang suaminya baik dalam hatinya dan tidak membelanjakan (menggunakan) hartanya kepada perkara yang dibenci suaminya” (H.R. Ahmad, An-Nasa-i , dan Al-Hakim).
Dari 3 hal tersebut, beberapa suami menangis dalam hatinya dan berdoa dalam sujudnya di sepertiga malam untuk memohon ampun dan pintu maaf atas kesalahan serta kedurhakaan istrinya.
Banyak istri yang tidak mengetahui saat sang suami tidak bisa tidur di malam hari, ia sedang risau dan gundah hatinya. Dan hanya bisa menahan dalam hati agar sang istri tidak mengetahui betapa terlukanya hati sang suami.


Demikian beberapa celotehan yang bisa disampaiakan. Mudah-mudahan Allah membukakan pintu maaf selebar-lebarnya dan diberikan petunjuk yang lebih baik. AAMIIN...
Mohon maaf jika ada typo atau penulisan yang menyinggung dan tidak sesuai dikarenakan keterbatasan sang awam.

Semoga celotehan ini dapat bermanfaat.
Bagi Para Istri : Jadilah istri untuk suamimu dan hormatilah ia sebagai Imam mu...
Bagi Para Suami : Jadilah imam untuk istrimu dan perlakukanlah istrimu sebagai bidadarimu...

Wassalam...

Friday, March 22, 2013

Pressure Control Equipment (PCE)

Pressure control equipment (PCE) adalah salah satu bagian dari kegiatan wirelines. Wireline sendiri sudah digunakan sejak 1859 di Tiusville-Pennsylvania, dan mulai banyak digunakan oleh oil service di Mexico pada tahun 1947. Peralatan Wirelines sendiri terdiri dari beberapa bagian yang dirangkai sebagai berikut :
Sumber : API Wireline and Operation Procedure-Edition.3. diunduh : 04/02/2013

Salah satu bagian dari rangkaian tersebut adalah PCE yang terdiri dari Stuffing Block, Lubricators, Bleeder valve, BOP, Swab Valve, Riser yang kemudian akan dirangkai menjadi satu rangkaian.
 
Sumber : WCP Slickline - Kellyville Training Center Schlumberger. diunduh : 23/02/2013

Alat tersebut harus :
  • Sesuai dengan tipe operasi 
  • Tingkatan Tekanan
  • Kemampuan tekanan kerja/ pengetesan tekanan (Working pressure/ Test pressure)
  • Aspek Keselamatan
  • Tipe kerja alat 
  • Standar kerja dan ketahanan terhadap H2S (H2S service)
Untuk memenuhi aspek working pressure dan pressure rating yang sesuai dengan tekanan sumur minyak, maka perlu dilakukan pengetesan tekanan sebelum peralatan tersebut digunakan dan disertifikasi. Pengetesan tekanan dapat dilakukan dalam 2 cara pengetesan 
1.  Uji Tekan dengan Cairan : (Hydrostatic Test)
Pengujian tekanan merupakan operasi berbahaya, risiko yang ada sebanding dengan energi yang terakumulasi, terkait dengan kompresibilitas fluida terhadap volume dan elastisitas yang terkandung. Cairan dengan tekanan tinggi dapat dapat berakibat fatal, karena pada tekanan tinggi air dapat menyimpan energi destruktif. Cairan yang digunakan harus memiliki sifat tidak mudah terbakar.
Kegiatan pengujian tekanan pada peralatan dengan cairan mudah terbakar sangat dilarang. Karena selama pengujian tekanan terus-menerus sering ada udara yang terperangkap dalam peralatan, sehingga dapat meningkatkan kompresibilitas fluida.

2.  Uji Tekan Menggunakan Gas: (Gas Test)
Pengujian dengan gas sangat tidak dianjurkan karena tes tekanan gas tidak mengukur sampai pada bahaya potensial yang terkait dengan gas yang terkompresi. Pengujian tekanan menggunakan gas inert (nitrogen) harus dibatasi, dan hanya dilakukan sesuai dengan :
     Permintaan khusus dari klien.
     Prosedur khusus /spesifik untuk pemeliharaan peralatan.
     Pemecahan masalah yang tidak normal, ketika kualitas tes tidak dapat dicapai dengan menggunakan cairan.
Udara yang harus digunakan adalah Nitrogen murni dan kandungan oksigen kurang dari 0,5% masih dapat diterima. Semua botol nitrogen harus diperiksa dari kontaminasi oksigen sebelum digunakan. Karena botol gas nitrogen mempunyai kemungkinan terkontaminasi gas oksigen, yang dapat membuat campuran eksplosif ketika kontak dengan hidrokarbon.

Personil Kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) :
Hanya pekerja yang bersertifikat dan berpengalaman yang diperbolehkan untuk melaksanakan pengujian tekanan. Perhatian khusus harus dilakukan ketika pembongkaran peralatan yang telah mengandung gas, untuk menghindari potongan-potongan yang bisa menjebak tekanan gas yang tersisa. Jika tekanan terperangkap maka tindakan pencegahan yang memadai perlu dilakukan. Akses personil yang tidak penting ke daerah dimana tes dilakukan harus dibatasi.

Standar Pekerjaan Pressure Control Equipment (PCE)
Semua Pressure Control Equipment yang digunakan oleh Slickline Service harus dinilai tingkat tekanannya. Hal ini karena sangat dilarang jika peralatan Pressure Control Equipment (PCE) yang digunakan selama operasi lebih rendah dibandingkan tingkat tekanan kerjanya/Working Pressure (WP). Tingkat Working Pressure (WP) memberikan patokan tingkat tekanan kerja pada keseluruhan sistem.
Pengetesan Pressure Control Equipment (PCE)
Working Pressure (PSI)
Multiplier
Test Pressure (PSI)
Acuan
5.000
X 1,5
7.500
API 6A Edisi 20
10.000
X 1,5
15.000
15.000
X 1,5
22.500
20.000
X 1,5
30.000
Pressure Control Equipment (PCE) yang digunakan oleh Slickline Services harus sesuai dengan aturan yang ada :
• API Specification 6A, current edition.
• NACE MR0175 current edition, for H2S service.
Penentuan Working Pressure Ratings
Dalam menentukan ­Working Pressure Ratings semua Pressure Control Equipment (PCE) maka perlu memperhatikan batasan keamanan dari 20% kemampuan alat tersebut. Ini berarti bahwa peralatan yang harus dipilih memiliki peringkat kemampuan Tekanan Kerja 1,2 kali dari tekanan sumur Maximum Potential Wellhead Pressure (MPWHP). Batasan keamanan ini dimaksudkan untuk memungkinkan operasi yang baik dan aman ketika alat dan slickline berada di lubang sumur.
Sebagai contoh :
     MPWHP is 8.900 psi :
8.900 X 1.2 = 10,680 psi
Maka tingkatan tekanan dari alat yang dipilih adalah yang memiliki kemampuan 15,000 psi, karena maksimum tekanan sumur adalah 10.680 psi
     MPWHP is 8.100 psi :
8.100 X 1.2 = 9.720 psi
Maka tingkatan tekanan dari alat yang dipilih adalah yang memiliki kemampuan 10,000 psi, karena maksimum tekanan sumur adalah 9.720 psi.
     MPWHP is 4.500 psi :
4.500 X 1.2 = 5.400 psi
Maka tingkatan tekanan dari alat yang dipilih adalah yang memiliki kemampuan 10.000 psi, karena maksimum tekanan sumur adalah 5.400 psi.


Potensi Bahaya Kegiatan Pressure Control Equipment (PCE)
Kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) memiliki beberapa Potensi Bahaya yang dapat menyebabkan kerugian. Potensi bahaya yang terkandung antara lain :
Bahaya Mekanik
Bahaya mekanik bersumber dari peralatan mekanik atau bergerak. Bahaya mekanik yang terkandung pada kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) antara lain :
-       terjepit collar saat proses penyambungan peralatan
-       benda jatuh saat proses pengangkatan
-       terjepit sling saat pengikatan material
-       terjepit bagian berputar mesin kompresor
Bahaya Fisik
Bahaya fisik yang terkandung dalam kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) antara lain :
-       Bahaya bising dari mesin kompresor, turbulensi udara yang dikeluarkan oleh pompa, bising dari mesin mobil crane, bising pada saat proses pelepasan tekanan udara dan air
-       Bahaya tekanan tinggi yang dikeluarkan dari mesin kompresor dan pompa, sehingga dapat melemparkan material dengan tekanan tinggi yang dapat menyebabkan fatality. Bahaya tekanan dapat menyebabkan efek cambuk pada hose yang digunakan
-       Bahaya getaran dari kompresor dan pompa saat kondisi hidup
-       Bahaya pencahayaan yang kurang saat proses pembacaan chart atau pressure gauge di area kontrol tekanan
-       Radiasi cahaya matahari saat proses penggabungan material Pressure Control Equipment (PCE) yang akan ditest di luar ruangan
Bahaya Kimia
Bahaya kimia yang terkandung dalam kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) antara lain :
-       Bahaya paparan pelumas yang digunakan untuk melumasi material Pressure Control Equipment (PCE) yang dapat menyebabkan dermatitis pada karyawan
-       Bahaya tumpahan pelumas yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, atau menyebabkan kebakaran dari pelumas itu sendiri
-       Bahaya polusi udara dari sisa pembakaran tidak sempurna mobil crane
Bahaya Listrik
Bahaya listrik yang terkandung dalam kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) antara lain :
-       Bahaya sambungan listrik di ruang control uji tekanan yang dapat menyebabkan konsleting atau bahkan kebakaran. Selain itu dapat menyebabkan kontak kepada karyawan yang dapat menyebabkan karyawan tersengat listrik.
Bahaya Ergonomi
Bahaya ergonomi yang terkandung dalam kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) antara lain :
-       Posisi tubuh yang salah ketika melakukan manual lifting material Pressure Control Equipment (PCE), plug, port, hose.
-       Posisi tubuh terlalu membungkuk saat menghubungan material Pressure Control Equipment (PCE).
Bahaya Psikologi
Bahaya psikologi yang terkandung dalam kegiatan Pressure Control Equipment (PCE) antara lain :
-       Kopetensi operator yang tidak memadai
-       Terjadi kesalahan pengertian/ kegagalan komunikasi
-       Strees akibat beban kerja dan tuntutan waktu